Reaktualisasi PSPB, Jangan Lagi Disuntik Mati
“Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah bagaimana
rupanya persatuan itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia Merdeka
itulah Kapal Persatuan adanya”
-Sukarno -
Sejarah Bangsa
dan Diskursus Tak Pernah Usai
Penulis
lebih senang menggunakan istilah “Sejarah Bangsa”. Bicara sejarah bangsa,
seharusnya kita bangga. Namun, rasa bangga seketika lenyap kala ditimpuk sengat
“Sejarah adalah Produk Kaum Nepotik Orde Baru”. Apakah karena campur tangan
Orde Baru, lantas seluruh konten sejarah bangsa digeneralisir sebagai “Permainan
Politik”? Ditunggangi kepentingan golongan politik tertentu. Titipan dari
generasi nepotik akut.
Pemikiran
yang naïf. Bahkan bisa jadi, ingin menghancurkan jati diri bangsa. Halus menghapus
ingatan sebagai bangsa yang dilahirkan dari sejarah dengan diskursus yang tak
pernah usai. Memposisikan sejarah bangsa begitu lemah. Tidak ada rasa bangga.
Mengikis habis kepercayaan generasi yang dilahirkan dari darah revolusi.
Mereka
yang telah dan terus berusaha mengubur sejarah bangsa, mengambil dan membangun
panggungnya melebihi “Ahli Sejarah”. Begitu ganteng memelintir tiap-tiap detik
kejadian masa lalu. Begitu cantik membungkus kepentingan terselubung di atas
lontar dengan lapisan tipis atas nama demokrasi.
Membentuk
klandestin diskursus. Merayap di ruang-ruang senyap. Menyembul kuat di media.
Membuat pondasi dan terus meninggikan dinding-dinding untuk “Menjauhkan sejarah
bangsa dari generasi di tiap jaman”. Hingga, tanpa kita sadari, semakin jauh
rasanya nilai heroik dan patriotik melekat di dada yang tak lagi bidang ini.
Kisah Sejarah:
Dari Tjoet Nja’ Dhien hingga Mohammad Toha
Jaman
dahulu, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menempatkan sejarah bangsa dalam satu bingkai
pelajaran “Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa” (PSPB). Pelajaran yang aktual untuk
mengawal lahir dan tegaknya NKRI. Bangsa yang dibesarkan oleh revolusi yang tak
pernah usai.
Disebab
dinamika politik, pelajaran PSPB yang mengedepankan nilai-nilai patriotik dan
heroik ini disuntik mati. Terkubur dalam liang lahat. Akibatnya, generasi
penerus bangsa kurang memahami sejarah bangsanya secara utuh. Pelajaran Sejarah
sekedar titipan di IPS jenjang pendidikan dasar.
Saat
PSPB muncul sebagai pelajaran, sejarah bangsa dibangun bukan hanya didasarkan
diktum-diktum kronologis. Banyak buku sejarah kepahlawanan dapat ditemukan di
ruang perpustakaan dan ruang lainnya. Diangkat melalui proyek pemerintah dan
betul-betul menghiasi perpustakaan sekolah. Tokoh sejarah nasional dari Sabang
sampai Merauke begitu mudah kita temukan. Untuk kita baca dan ambil nilai-nilai
kepahlawanannya. Masih ingat khan?....
Tjoet
Nja’ Dhien yang melegenda hingga Mohammad Toha sang pemuda Desa Banceuy yang
gemar “Telur Mata Sapi” dari Bandung, begitu heroik dan patriotik kisahnya. Begitu
membekas nilai-nilai kepahlawanannya. Sekarang? Coba cari dan temukan di
perpustakaan yang ada. Andaipun bisa ditemukan, tidak banyak jumlahnya, dan tidak
banyak yang menyentuh apalagi membacanya.
Bagaimana
kita dapat menggali nilai-nilai sejarah kepahlawanan? Jika hanya untuk membaca susah
didapat dan enggan membacanya. Bagaimana kita bisa membumikan nilai-nilai sejarah
bangsa? Kalau digeneralisir membabibuta dan dikubur begitu dalam, lalu kita
diam saja? Coba pikir ulang dan jawab secara jujur. Sudah tepatkah kacamata
kita memposisikan sejarah bangsa?. Anda berpikir ulang, Anda yang menjawabnya.
Reaktualisasi
Pelajaran PSPB
Kembalikan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ke lingkungan sekolah. Masukkan
kembali pelajaran PSPB di kurikulum. Tentu dengan kajian mendalam untuk
menghapus anasir-anasir pembelokan sejarah.
Reaktualisasi
pelajaran PSPB bisa dimulai di jenjang pendidikan dasar. Jenjang sekolah yang
memungkinkan pintu terbuka lebar untuk generasi penerus lebih dini tahu dan paham
sejarah bangsanya. Sejarah yang dibangun seibarat gelombang lautan. Naik turun
ke permukaan dalam kemelut panjang menuju Indonesia merdeka. Kemerdekaan yang
merenggut banyak korban untuk mempertahankannya, baik dari rongrongan pihak
bangsa luar maupun dari dalam diri bangsa sendiri.
Bangkitnya
dunia literasi melahirkan penulis-penulis handal. Hidupkan kembali event
“Sayembara Menulis Sejarah Bangsa”. Event yang kembali mengangkat nilai-nilai
sejarah bangsa dalam bentuk karya sastra. Memungkinkan untuk kembali di
reaktualisasi dalam bentuk audio visual dengan dukungan kecanggihan teknologi.
Libatkan
ahli sejarah dan guru. Mereka tahu dan paham betul apa yang harus disajikan
kepada generasi penerus. Jauhkan pengaruh yang hanya menempatkan dirinya pada
panggung tertentu. Panggung yang hanya ingin menggerus nilai-nilai sejarah
bangsa, bahkan mengubur begitu dalam. Berusaha mengaburkan sejarah bangsa lewat
generalisir sepihak secara sistemik dan masif.
Dengan
sayembara, ada keseimbangan antara kebutuhan dan reward secara proporsional.
Sehingga akan kembali banyak karya berlatar sejarah yang bisa dijadikan rujukan
guna memenuhi dahaga rasa patriotik dan heroik yang cukup lama terkubur.
Dengan
kecanggihan teknologi, sejarah bangsa dalam bentuk karya cerpen, buku pelajaran
berseri, komik sejarah, film berlatar sejarah dan format lainnya sangat
memungkinkan untuk di reaktualisasi. Tentu dengan mempertimbangkan tingkat usia
dan kemampuan siswa.
Teknologi
yang semakin canggih, sangat memungkinkan historiografi dapat divisualkan. Menciptakan
konten sejarah bangsa yang menarik. Memungkinkan siswa dan guru mengeksplorasi
kisah sejarah bangsanya dalam beragam media dan metode. Mengambil nilai-nilai
sejarah sebagai cerminan bersikap dan bertindak dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Reaktualisasi
pelajaran PSPB di jenjang pendidikan dasar lebih bijak untuk segera dieksekusi.
Bersanding dengan mewajibkan Mata Pelajaran Sejarah di jenjang pendidikan
menengah. Bersama mengawal NKRI sebagai bangsa dan negara bermartabat. Tidak
mudah goyah dan runtuh di tengah gelombang perubahan dan tuntutan jaman. Semoga.
Rujukan :
Sangat Mengedukasi
BalasHapusMantap resume reaktualisasi PSPB
BalasHapus